Sunday, July 27, 2014

Nasi Gudeg Pak Djo - Dharmawangsa


Berawal karena tragedi porsi nasi yang sedikit saat makan di Nasi Timbel Tip-Top PTC, maka naluri purba kami untuk memenuhi kebutuhan perut tak terbendung. Akhirnya kamipun mengelilingi kota Surabaya untuk mencari makan di tempat makan yang masih buka di saat waktu sudah menunjukkan jam 10 malam. Kami pun menyusuri titik-titik penjaja makanan malam di daerah Jagir, akhirnya warung "Sego Sambel" itupun kami lewati, mengingat hari-hari di bulan puasa masih panjang, sehingga kondisi perut dan urusan ke kamar belakang harus tetap terjaga. Setelah lama mengukur panjangnya jalan Surabaya, pandangan kami sempat terhenti ketika meliat ada warung yang masih buka dengan tulisan "Nasi Gudeg Pak Djo"

Sebenarnya, nama warung ini sudah beberapa kali kami ketahui dan review tentang tempat ini memang cukup baik. Dengan berdasarkan hal itu pula kami mencoba menguatkan niat kami untuk mampir di tempat makan yang satu ini. Depot ini berlokasi di Jl. Dharmawangsa 35 Surabaya. Menempati lokasi yang berbarengan dengan tempat foto copy. Tempatnya sendiri bisa dibilang cukup kecil, sekitar ada 4 meja makan untuk 4 orang di tiap mejanya. Sedangkan kru di tempat ini juga hanya ada satu, yang merangkap banyak tugas, dari waitress, kru dapur, hingga kasir.


Daftar menu sudah ditangan, saatnya membidik makanan pelengkap isi lambung kami yang sebelumnya sudah dijejali dengan Nasi Timbel. Untuk pilihan menu favorit, sebenarnya di tempat ini ada dua menu, yaitu Ayam Goreng dan Nasi Gudeg tentunya. Karena rasa penasaran akan cita rasa makanan khas Yogya ini, saya pun memilih menu Nasi Gudeg, istripun ngikut. Berdasarkan ingatan saya, terakhir saya makan masakan Yogya adalah saat liburan kelas 6 SD. Ya, waktu yang sangat lama untuk meraba-raba kembali rasa dari sebuah makanan yang bernama Nasi Gudeg ini.

Gudeg (Gudheg) sudah bukan makanan asing bagi orang Indonesia, khususnya orang Jawa. Makanan khas Yogya dan Jawa Tengah ini, terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.


Soal kelengkapan Gudeg versi Pak Djo, saya tidak dapat memastikan apakah sudah lengkap seperti versi orisinil atau tidak. Hanya yang saya tangkap dan rasakan, gudeg Pak Djo terasa sedikit kurang manis dan coklat. Entah, tapi yang saya ingat dulu saat berlibur di Yogya, rasa gudeg di Yogya terasa begitu manis, semuanya manis. Dari nangka muda, tempe, tahu, hingga telurnya, begitu coklat dan manis. Atau depot yang satu ini mengambil aliran lain dari Gudeg Yogya atau bisa jadi menyesuaikan dengan lidah orang Surabaya, seperti Nasi Padang, yang katanya semakin jauh dari Padang rasanya semakin tidak pedas (katanya lho, :D).


Terlepas dari keanehan yang saya rasakan, rasa Gudeg disini tetap bisa memanjakan lidah saya. Oh iya, saat kami menuliskan menu Ayam, kami sempat ditanya oleh mbak yang jaga, "Ayam Goreng atau Opor", melihat edisi kali ini adalah Gudeg, maka kita sepakat memilih Ayam Opor. Dan pilihan kami tidak salah, opornya begitu enak dan gurih. Sampe tetesan santan terakhir pun saya raih dengan penuh perjuangan dengan sendok yang saya pegang. Secara keseluruhan, menu Gudeg dan opornya boleh dipuji. Enak dan cukup berkesan bagi saya.

Single Fighter, ya ini yang namanya kerja serabutan, :D

Nasi Gudeg Pak Djo, bisa menjadi salah satu pilihan untuk yang ingin merasakan kekhasan masakan Yogya, tanpa perlu jauh-jauh kesana. Diluar masalah tingkat kedekatan dengan versi orisinil, racikan menu Gudeg Pak Djo cukup enak dan memanjakan lidah, apa lagi depot ini buka hingga jam 12 malam, menjadikannya alternatif wisata kuliner makanan unik di Surabaya.

Salam.




Semua ulasan adalah pendapat pribadi semata, jadi selalu ada alasan untuk mencoba, :D.

No comments:

Post a Comment